Tentang Garis Batas

10 comments
Iron Fence via pixabay.com

“Garis Batas! Seperti halnya gravitasi dan oksigen, garis batas tidak terlihat, namun setiap langkah dan embusan napas kita dipengaruhi olehnya. Pola pikir kita, uang yang kita pegang, bendera yang berkibar, kebanggaan yang melingkupi hati, sejarah yang kita kenang, saudara-saudari yang kita sebut sebagai sebangsa, kartu identitas, pendidikan, status, ideologi, nasionalisme, patriotisme, perjanjian, traktat, perang, pembantaian etnis, kehancuran, semuanya adalah produk garis batas.” –Agustinus Wibowo

Saya mulai mengetahui mengenai Agustinus Wibowo melalui sebuah acara talkshow di salah satu tv swasta malam hari itu. Saya takjub dengan kenekatan Agustinus Wibowo yang berani untuk berkunjung ke negeri-negeri “rawan” yang mungkin jarang dilirik kita untuk “berwisata”. Hal tersebut yang membuat saya berkeinginan untuk membaca buku yang sudah dibuat oleh Agustinus Wibowo.

Garis Batas, merupakan buku kedua lanjutan dari buku Selimut Debu. Agustinus Wibowo dalam buku ini berkisah mengenai perjalanannya di negara pecahan Uni Soviet seperti Tajikistan, Uzbekistan, Kazakhstan, Turkmenistan, dan sebagainya. Menarik sekali hal-hal yang disampaikan oleh Agustinus Wibowo dalam buku ini, membuat saya semakin eman-eman untuk merampungkannya. Ajaib, dari tiga buku karya Agustinus Wibowo, yang selesai terlebih dahulu saya rampungkan adalah Garis Batas ini.

Garis Batas menyajikan konflik yang khas antara negara dan perbatasan tiap negara. Apalagi, negara tersebut adalah negara pecahan Uni Soviet. Bagaimana kita sesosok manusia kecil tak berdaya memiliki nasib yang berbeda sejak lahir, karena perbedaan yang tidak dapat kita pilih; warna kulit dan kebangsaan. Warga negara X mungkin memiliki nasib yang berbeda dengan warga negara Y. Bahkan, ada pula yang tidak memiliki kewarganegaraan.

Garis Batas membuat kita mengintip sedikit tentang masalah perbatasan. Setelah Uni Soviet bubar, muncul negara baru, yang berakhiran dengan nama –stan, yang berarti daerah. Uzbekistan, daerah suku Uzbek, Tajikistan, daerah suku Tajik, dan sebagainya. Pengelompokan daerah tersebut juga berdasarkan mayoritas suku yang mendiami daerah tersebut. Selain itu, di buku ini juga dibahas betapa banyak orang yang berlomba mengakui tokoh penting sebagai orang dari bangsanya.

Setiap warga negara, pasti membayangkan betapa enaknya menjadi warga negara lain, selain yang dia punya. Orang yang tinggal di daerah beriklim dingin, pasti merindukan kehangatan daerah iklim tropis. Sebaliknya, orang yang tinggal di daerah tropis, sangat menginginkan bagaimana dinginnya salju ketika turun. Seperti digambarkan di buku ini, orang Afghanistan ingin ke Tajikistan, eh Tajikistan ingin ke Rusia, orang Rusia ingin ke Amerika, orang Amerika ingin ke luar angkasa.
"Mimpi orang Afghanistan adalah Tajikistan, karena Tajikistan berlimpah listrik dan perempuan. Mimpi orang Tajikistan adalah Rusia, karena di sana banyak lapangan kerja dan uang. Mimpi orang Rusia adalah Amerika Serikat, karena di sana penuh gemerlap modernitas dan kebebasan. Mimpi orang Amerika? Mereka yang berada di puncak dari segala mimpi, ternyata masih punya mimpi yang lebih tinggi lagi, pergi ke luar angkasa."-Agustinus Wibowo
Manusia memang tidak pernah puas. Mungkin itu adalah salah satu fitrah manusia, agar terus menerus melakukan penelitian dan inovasi. Seperti penemuan manusia akan internet, dahulu kala perangko memiliki fungsi sebagai gambaran akan sebuah negara. Sekarang, kita tinggal search melalui mesin pencari, dan tadaaa semua informasi akan tersaji secara cepat!

Kembali ke garis batas, karena perbedaan bahasa, ada yang merasa superior dan ada yang merasa inferior. Karena perbedaan warna kulit, ada yang bisa kebal hukum, ada yang selalu dijadikan bahan hinaan. Karena perbedaan warga negara, ada yang bisa selalu beruntung, ada yang selalu kepentung karena kewarganegaraannya.  Mungkin benar yang dikatakan Bruce Wayne di Gotham Series, "I wish you were a monster, but you are just a man." Padahal, setahu saya, kita semua manusia.

10 komentar:

  1. Ini seperti aku, jujur aku malah pengen tahu dinginnya salju itu seperti apa. hahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin bisa mencoba dengan merasakan freezer :D

      Hapus
  2. wah, penasaran, kalau aku bisa begitu , wooow

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa apa ya? bisa main-main ke negara-negara lain dan antimainstream kayak Agustinus? Hehe

      Hapus
  3. Pas baca kata Kazakhstan, aku keingat film Borat. Huhuhu. Di filmnya itu menyedihkan sih keadaannya. Bisa dibilang kayak dijelek-jelekin sama Boratnya. Nggak tau kalau aslinya gimana.

    Amerika memang nggak ada matinya dalam bermimpi ya, Jus. Nggak habis pikir juga sih. Hahaha. Btw, menurut kamu Korea Selatan sama Korea Utara itu juga bisa masuk dalam problema garis batas ini nggak, Jus? Walaupun sama-sama Korea, tapi kehidupannya di antara kedua negara itu beda banget ya. Miris :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. gue salut cha, kamu uda nonton Borat! wkwkwk
      iya tuh, padahal cuma sebelahan, tapi Korsel sama Korut beda jauh.

      Hapus
    2. Kampret nih si Icha. Aku review Requiem for a Dream yang ajrang ditonton orang aja dia udah nonton. Duh duh duh,,

      Hapus
  4. bukunya cukup menarik nih. dan yah sudah kodrat manusia tidak akan pernah puas dengansegala yang didapatnya jadi entah kenapa hal ini tidak akan berakhir sampai dunia runtuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menarik banget deh bukunya, coba baca :D

      Hapus
  5. Harga bukunya berapa, Njus? Wqwq. Hilang fokus sudah. Seru banget kayaknya baca tentang daerah Uni Soviet yang terpecah itu. :))

    Baca buku sejarah sejujurnya emang membosankan. Tapi kalau dalam bentuk novel, itu pengecualian. :D

    BalasHapus