Review: Ada Apa dengan Cinta?

4 comments
Ada Apa dengan Cinta via cnnindonesia.com
Setelah baca tulisan Mas Haris yang suka bikin parodi ini, saya jadi tergelitik untuk beli novel Ada Apa Dengan Cinta. Hal ini disebabkan karena nyari filmnya enggak nemu-nemu. *Dari kejauhan terdengar seruan tengkulak film downloadan mengejek, bilang gue anak cupu huuhuuu*.

Cinta merupakan harapan bagi setiap gadis yang sedang beranjak dewasa, atau paling tidak yang sedang ingin secepatnya dewasa. Cantik, jago bikin puisi, anggota mading (majalah dinding), punya gank atau peer group yang terlihat solid dan populer. Kalo jaman sekarang, Cinta pasti punya akun Instagram dengan sekian ribu followers, dan diendorse banyak label baju, jilbab, mukena, hingga anting-anting pom-pom. Oh, diendorse toko buku online pasti, karena Cinta sangat menyukai buku, apalagi sastra. Oiya, pasti Cinta juga punya akun ask.fm dengan sekian ribu atau puluh ribu answer yang telah dijawabnya, serta bujukan untuk pap dari anon-nya, "Lagi baca buku apa Cinta?" , "Udah deket sama Borne berapa bulan Ta? Foto sama Borne dong Ta", "Ta, kemaren gue liat lo ama anak gondrong baca buku KUA itu, siapa sih Ta?".

Dari tokoh Cinta sendiri, gue salut sama mbak Silvarani, yang "menggariskan" Cinta untuk aktif di ekskul Mading. Karena stereotype anak gaul SMA dari dulu sampai sekarang, "cewek gaul" itu masuknya Cheerleader, bukan masuk Mading yang dimana orang-orang dibalik bagusnya Mading kadang tidak terlihat. Mading yang bermutu dilihat dari kontennya, bukan dari cantik atau tidaknya kru yang bertugas dibaliknya. 

Komentar saya, bukunya asik, tidak sampai tiga jam buku setebal 186 halaman sudah saya habiskan.
Melalui film serta novel Ada Apa dengan Cinta, gue setuju dengan pendapat Mas Bogi bahwa terdapat selipan kritik mengenai hal-hal yang dianggap "kiri", gambaran orang-orang bereaksi dengan sesuatu yang berani mengkritik pemerintah, dan akibat yang didapat dari keberaniannya tersebut. Film dan novelnya menyajikan hal tersebut dengan cara yang halus dan menyenangkan, namun sayangnya dulu ketika gue masih kelas 5 SD, masih enggak ngerti, baru kali ini ketika sudah hampir 5 tahun kuliah baru ngerti (hehe).

Buku dan film menyajikan jalan cerita yang hampir sama, namun buku memang selalu memiliki aura tersendiri. Ketika kita membacanya, kita juga akan ikut membayangkannya. Well, selamat membaca!

4 komentar:

  1. Wah, Justin punya buku AADC. Kereeeen. Enak, nggak perlu gugling dulu buat cari dialog-dialog memorablenya atau puisi-puisinya ya. Kayak aku. Huhuhu. :'D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya chaaa...enak, ga perlu cari lagi, semuanya ada di novel. Mana dialog-dialog yg ngena dan enak malah keinget dialog yang udah dijadiin parodi sama mas Haris, jadi ngakak deh haha.

      Hapus
    2. Ahahahahaha. Mau ngebayangin yang romantis-romantis, yang sendu sedih, jadinya malah ngakak ya, Jus :D

      Hapus
  2. Gue malah baru tau kalo AADC ada bukunya... hohoho.. kudet amat.

    BalasHapus